SAH Jokowi Teken Omnibus Law UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, Jubir Presiden : Ini untuk Rakyat
Di tengah arus protes, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menandatangani Undang-Undang Cipta Kerja.
Omnibus Law UU Cipta Kerja akhirnya diterbitkan setelah menuai kontroversi dari berbagai pihak.
Meski sebelumnya, perubahan pada draf UU Cipta Kerja juga dipermasalahkan, Jokowi tampaknya tak menghiraukannya.
Beleid sapu jagat tersebut telah diberi nomor sebagai UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Jokowi menandatangani pada Senin (2/11) kemarin dan diundangkan pada hari yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi menandatangani naskah UU Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2020 menjadi UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ujar Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, Selasa (3/11).
Beleid yang menyatukan revisi sejumlah UU itu diklaim akan menarik investasi masuk ke Indonesia. Sehingga nantinya akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. "Cipta Kerja ini untuk rakyat dan masa depan Indonesia," terang Fadjroel.
Meski begitu, terdapat sejumlah penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah penilakan dari kalangan buruh dan mahasiswa.
Serikat buruh melakukan aksi demonstrasi menolak UU yang dianggap akan berdampak negatif bagi buruh.
Selain itu buruh juga akan mengajukan uji materiil dan uji formil UU yang disebut omnibus law itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah sempat menuai kontroversi, UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR akhirnya terbit.
Meski sebelumnya draf UU Cipta Kerja yang dinilai mengalami perubahan juga menuai kontroversi, tak menghalangi terbitnya UU Cipta Kerja.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani omnibus law UU Cipta Kerja meski selama ini banyak unjuk rasa menolak beleid tersebut.
Pemerintah menerbitkan omnibus law tersebut dengan nama UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Omnibus law UU Cipta Kerja tersebut sudah disahkan DPR sejak 5 Oktober 2020.
Sejak pengesahan di sidang paripurna DPR, Presiden memiliki waktu 30 hari untuk menandatangani beleid tersebut.
Jika presiden tidak menandatangani, aturan tersebut tetap sah berlaku.
Omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diundangkan pada Senin (2/11/2020).
Bersamaan itu, Omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja resmi berlaku di Indonesia.
Omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berisi 1.187 halaman. Publik bisa membaca maupun mengunduh omnibus law UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja di situs resmi Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg).
Untuk download omnibus law UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, silakan buka link berikut ini.
Omnibus law UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menghapus sejumlah ketentuan lama di UU Ketenagakerjaan, Perpajakan, Investasi, dll.
Banyak pihak menolak Omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Terutama dari buruh dan mahasiswa karena omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap merugikan rakyat kecil.
Salah satu yang merugikan adalah penghapusan ketentuan pesangon hingga 32 gaji bagi buruh / pekerja yang telah mengabdi lebih dari 24 tahun.
Selain itu, pembahasan omnibus law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di DPR dianggap tergesa-gesa dan tidak transparan.
Draft UU Cipta Kerja yang beredar di publik pun berbeda-beda.
Awalnya, di situs DPR terlampir draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1.028 halaman.
Lalu saat pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, dua pimpinan Badan Legislasi DPR memberikan draf omnibus law UU Cipta Kerja setebal 905 halaman.
Kemudian, beredar draft omnibus law UU Cipta Kerja versi 1.035 halaman yang dikonfirmasi oleh Sekjen DPR Indra Iskandar pada 12 Oktober 2020.
Sehari kemudian, 13 Oktober 2020, DPR kembali mengonfirmasi mengenai draft omnibus law UU Cipta Kerja versi 802 halaman, dengan isi yang disebut tidak berbeda dengan versi 1.035 halaman.
Draf setebal 1.187 halaman beredar setelah pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah mengungkapkan Omnibus law UU Cipta Kerja ke publik.
Menaker Soal Cipta Kerja : Jika Tak Puas, Bisa Gugat ke MK
Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Ida Fauziyah akhirnya berkata dengan tegas jika UU Cipta Kerja tetap akan diterapkan.
Pihaknya meminta pihak-pihak yang belum bisa menerima untuk menempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi.
Ida merasa kondisi Indonesia saat ini harus dihadapi dengan kepala dingin.
Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja memang memicu aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Menurut Ida, kalau memang ada pihak tetap menolak pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja, sebaiknya ditempuh dengan jalur konstitusi yakni dengan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi ( MK).
"Bila mungkin masih ada ketidakpuasan bisa digugat di Mahkamah Konstitusi. Kami sedang dalam tahap pemulihan ekonomi nasional, segala polemik mari kita sikapi dengan kepala dingin," tegas Ida dilansir dari Antara, Minggu (25/10/2020).
Ida juga meluruskan polemik soal isu karyawan kontrak seumur hidup di pasal UU Cipta Kerja. Di mana pemerintah menghapus pasal yang mengatur soal kontrak kerja PKWT maksimal hanya 3 tahun di regulasi lama, UU Nomor 13 Tahun 2003.
Menurut politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, soal jangka waktu batasan PKWT sebenarnya akan diatur dalam aturan turunan. Namun apakah batasan waktu lebih lama atau lebih pendek dari 3 tahun, masih akan dibahas secara tripartit.
"Padahal, dalam UU Cipta Kerja tidak ada ketentuan yang mengatur hal itu, karena batas maksimal masa kontrak akan diatur dalam peraturan pemerintah, bisa lebih cepat menjadi pekerja tetap, atau bisa juga lebih lambat," kata Ida.
Pekerja kontrak korban PHK dapat kompensasi
Selain itu, tak banyak perubahan dalam UU Cipta Kerja terkait regulasi PKWT. Dia mengklaim, Omnibus Law Cipta Kerja justru menjamin buruh kontrak agar lebih sejahtera sebagaimana pekerja dengan status karyawan tetap.
Dalam UU Cipta Kerja, pekerja kontrak yang menjadi korban PHK akan mendapatkan kompensasi yang sebelumnya tidak dicantumkan di UU Ketenagakerjaan.
"Semua ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dalam UU 13 tahun 2003 sama dengan yang di Omnibuslaw. Bahkan, UU Cipta Kerja diatur perlindungan kepada pekerja kontrak harus sama dengan ketentuan pekerja tetap, yakni berhak mendapatkan kompensasi bila selesai kontraknya," kata Ida.
Sebelumnya Ida beralasan, dihapuskannya Pasal 59 yang mengatur batas waktu karena UU Cipta Kerja menganut fleksibilitas. Hal itu juga sudah lazim diterapkan di negara lain.
"Kita belajar dari beberapa negara. Jika hal itu diatur di undang-undang, tidak akan ada fleksibilitas pengaturan. Persoalan ini tidak sederhana ketika dinamika tenaga kerja tinggi," kata Ida dikutip dari Harian Kompas.
Ia menuturkan, soal batas waktu PKWT pekerja kontrak masih akan dibahas lagi dalam aturan turunan. Aturan batasan waktu kontrak kerja hingga maksimal 3 tahun dinilai kurang fleksibel.
"Kami sudah sepakat bersama teman-teman di forum tripartit (pemerintah, pengusaha, dan buruh), hal ini akan dibicarakan dalam perumusan peraturan pemerintah (PP). Jadi, tidak diisi sendiri oleh pemerintah," ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Tim Perumus Omnibus Law UU Cipta Kerja perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Aloysius Budi Santoso, menepis kabar bahwa pengusaha akan mempekerjakan pekerja kontrak seumur hidup.
"Kalau ada informasi di publik kita sebagai pengusaha bisa membuat kontrak seumur hidup, itu tidak tepat," tegas dia dalam webinar virtual yang dihelat Apindo DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Aloy, di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, PKWT masih dibatasi untuk pekerjaan tertentu. Namun, yang masih jadi kebimbangan para pengusaha adalah masa kontrak pekerja dengan status PKWT.
Oleh sebab itu, pengusaha masih menantikan aturan turunan UU Cipta Kerja yang berupa peraturan pemerintah (PP).
"Kemudian yang jadi ramai adalah kalau yang dulu ada batasnya, maksimal 2 tahun, perpanjangan 1 tahun dan seterusnya. Nah dengan undang-undang yang baru itu memang hal ini belum diatur. Tetapi diamanatkan dalam undang-undang ini nanti harus ada PP turunan yang akan mengatur PKWT itu bisa berapa lama," ujar dia.
Dengan demikian, UU Cipta Kerja meski telah disahkan kendati belum dapat diimplementasikan. Sembari menantikan PP yang tersebut.
"Jadi itu sebabnya saya katakan bahwa hanya dengan undang-undang ini, itu belum bisa jalan. Undang-undang ini harus dibuatkan PP-nya untuk lebih mendetilkan. Mungkin saja akhirnya pemerintah mengatakan tetap 2 tahun, perpanjangan masa 1 tahun," ucap dia.
sumber : tribunews.com
0 Response to "SAH Jokowi Teken Omnibus Law UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020, Jubir Presiden : Ini untuk Rakyat"
Post a Comment